Kamis, 10 April 2014

Buat Barak Ba Bro!



 
Hey bro!! Fitun mutin nee
Hosi ruin Ita hotu nian
Hey bro!! Mean nee
Hosi ran Ita hotu nian
Hey bro!! Nakukun ne’e
Hosi terus ita hotu nian
Hey bro!! Kinur ne’e
Hosi riku ita hotu nian
Hey bro!! Ukun an nee
Hosi povu Jaco to Oecusse
Ohin o hisik kosar  ba  moris di’ak
Ohin o Husik  Seluk Ba Morris kiak
O SOE kiak mai ha’u ulun
O Sosa Prado ba o nia Kidun
Fó hamlaha ba ha’u kabun
Fó pensaun  Ba o nia sasán vital
O trata di’ak o nia saúde vital
Saúde ema kiak trata la loos
Ibun hakilar, salva osan povu
Liman hit kartaun, gasta osan povu
Prado mamar, vidru metan, AC malirin
Oin pensaun, lian projetu, kakutak sa’e aviaun

Oin mahar tan bolsu mahar
Ain tuur mamar tan fuan mamar
Isin besi asu ba kilat musan
Isin borus ho dollar musan
Hakarak o ukun nafatin la’o
O hakarak ha’u ain nafatin la’o
 
Sura mesak istória luta
Sura mesak osan mina iha nia konta
Mate ka moris ukun rasik an
Mate ka moris ukun ba an rasik
A Luta Kontinua, vitória sempre
Kontinua Luta atu sempre hemu bir Victoria

Fatuhada, 23 Marsu 2013
Hosi: Juvinal Dias, Le'e ona durante Palku Arte Popular iha 5 Abril 2014

Jumat, 04 April 2014

CARRASCALAO: KELOMPOKNYA PRABOWO TERLIBAT DALAM PEMBANTAIAN SANTA CRUZ

Dili, 4 April 2014

Photo dari sampul Koran Matadalan Semanal
Beberapa hari yang lalu, saya membuat sebuah tulisan di blog ini mengenai Prabowo -Kopassandhanya dalam pelanggaran HAM berat di Timor-Leste pada tahun 1983. Ada yang “suka” dan “membaginya”, tapi ada juga yang “tidak suka” dengan tulisan itu.

Beberapa diantara mereka yang “tidak suka” bahkan menuduh bahwa saya “dibayar” untuk menulis. “Dapat bayaran berapa ini untuk menjatuhkan nama Prabowo............................... kalian terlalu takut negeri ini dipimpin orang tegas...............sampai hari ini kalian tidak bisa  membuktikan secara hukum apakah jendral jendral yg kalian maksud adalah penjahat.krn kalian sedang bersekongkol untuk memecah- lagi Indonesia-menjadi beberapa bagian”.

Tetapi saya sangat mengerti mengapa ada yang”tidak suka”, karena Prabowo dan Jenderal ABRI lainnya sangat pintar untuk mengelabui orang banyak agar rakyat percaya bahwa mereka adalah para pemimpin yang berjiwa besar dan hebat.

Banyak orang berpikir “mustahil Prabowo membunuh orang dengan kejam seperti itu, dia orangnya sangat baik hatinya, memiliki sifat kebapaan dan tegas, yang benar adalah benar, dan yang salah tetaplah salah”.

Tulisan saya kali ini, ingin mengulas lagi bukti lain dari keterlibatan Prabowo dalam kasus kejahatan perang lainnya di Timor-Leste dulu.

Pada satu pagi hari, seperti biasa aku pergi ke kantorku, setelah mengantar anakku ke sekolahnya yang kebetulan berada persis di depan kantorku, mataku tertuju pada Matadalan Semanal, sebuah koran minguan lokal berbahasa Tetum diatas meja kerja temanku.

Ternyata itu koran lama, dipublikasikan pada minggu kedua bulan November 2013, namun ada satu Headlinenya yang sangat menarik perhatianku, “Aku Bukan Gubernur untuk Militer”, aku membacanya dan ternyata itu adalah hasil wawancara wartawan koran Matadalan Semanal dengan Ir. Mario Viegas Carrascalao yang mengupas bagaimana pembantaian oleh militer Indonesia di Dili yang terkenal dengan nama “Masacre Santa Cruz” itu terjadi.

Mario Viegas Carrascalao adalah Gubernur Timor-Timur pada saat kejadian 12 November 1991 di Santa Cruz, beliau juga pernah menjadi Dubes Republik Indonesia untuk Rumania dan anggota Dewan Pertimbangan Agung Indonesia.

Setelah kemerdekaan Timor-Leste, Carrascalao mendirikan Partai Sosial Demokrasi, menjadi anggota Parlemen Nasional dan jabatan politik terakhir dia adalah Wakil Perdana Menteri Timor-Leste sebelum Pemilu Timor-Leste 2012.

Kepada wartawan, dia mengatakan bahwa “sejak subuh, militer (ABRI) sudah bersiap di pemakaman Santa Cruz sebelum para demonstan tiba. Ketika para demonstran tiba, seorang Kapten menembakan pistolnya, sebagai perintah untuk menembak para demonstran”.

Setelah pembantaian [Photo by Steve Cox] dari itv.com
Dalam peristiwa itu, ratusan pemuda Timor-Leste tewas dibantai, dan ratusan lainnya, terluka, ditangkap, disiksa dan dihilangkan kemudian.

Beberapa saksi mata seperti Joao Amorin Dias, mantan Staf Analisis Laboratorium Rumah Sakit Militer Wira Husada Lahane-Dili mengutarakan bahwa “tentara mengangkut para pemuda yang terluka ke rumah sakit militer dengan truk militer Hino, tetapi bukan untuk diobati tetapi kemudian dilindas dengan mobil sampai mati”. (Matadalan Semanal, Edisaun 20, 11-17 Novembru 2013).

Lanjut dia, para tentara membunuh para korban luka-luka dengan memberikan pil formalin kepada para korban. Carrascalao sendiri mengiyakan itu: “ ada beberapa dokter Indonesia yang menelepon saya untuk segera mengambil tindakan karena para tentara memaksa para dokter untuk melakukan suntikan dengan air kepada para korban. Di lain pihak, banyak korban luka-luka yang masih hidup, tetapi para tentara memasukan dengan paksa ke dalam mesin pembeku jenazah”.

Zeferina Sarmento dos Santos, adalah salah satu contoh bagaimana seorang gadis yang berlumuran darah ditangkap dan disiksa oleh tentara menuturkan bagaiman kejamnya para tentara menembaki para demonstran dan membunuh para korban luka-luka dengan cara membenturkan kepala para korban ke tembok hingga tak bernyawa. (Matadalan Semanal, Edisaun 20, 11-17 Novembru 2013).

Dan bukan menjadi rahasia lagi bahwa kejadian Santa Cruz sangat mempermalukan Indonesia di mata dunia internasional. karena kekejaman militer,
Indonesia di cap sebagai negara pelangar Hak Asasi Manusia di Timor-Timur sejak invasi 1975. Beberapa Jenderal seperti Pangdam Udayana, Mayor Jenderal Sintong Panjaitan dan Panglima Komando Pelaksana Operasi Brigadir Jenderal Rudolf Warouw diberhentikan.

Ketika ditanya oleh wartawan bahwa siapakah yang menjadi komandan militer dalam pembantaian Santa Cruz, Carrascalao menjawab “ saat itu, militer dibawah komando Brigjen Rudy Warouw, dia orang baik, saya dengar bahwa dia tidak terlibat dalam Masacre Santa Cruz. Ada dua kelompok militer (red-di Timor-Leste), satu kelompok dibawah komando Rudy Warrouw dan yang satu lagi dipimpin oleh Prabowo. Dan Kelompoknya Prabowo lah yang terlibat dalam Masacre Santa Cruz”.

Carrascalao pun mengakui bahwa sebenarnya para tentara sudah mempersiapkan pembantaian itu sehari sebelumnya, walaupun para opsir militer mengatakan kepada publik bahwa penembakan itu disebabkan oleh tertusuknya seorang mayor tentara dalam demostrasi menuju Pemakaman Santa Cruz. Wawancara ini menunjukan kalau Prabowo adalah otak dari beberapa kejahatan militer Indonesia di Timor-Leste.

Fakta ini menunjukan bahwa seorang Prabowo begitu licik, sadis dan biadab karena selain membantai rakyat sipil di Timor-Leste, dia juga berhasil menghancurkan karir militer seorang Jenderal Sintong Panjaitan. Apakah kekejaman dan skenario Prabowo di Timor-Leste juga bagian dari “Perang Bintang” diantara para Jenderal untuk saling menjatuhkan pula?

Bukunya Sintong Panjaitan yang pernah kubaca lima tahun yang lalu di apartemen seorang teman di Kopenhagen-Denmark mengulas bagaimana pandangan dia terhadap Prabowo. Ada temanku pernah bilang kalau bukunya Kiki Syahnakri “Untold History” juga mengulas seperti itu, sayang aku belum membacanya, semoga ada kawan-kawan lain yang sudah pernah membaca bisa ikut menambahkannya di blog ini.

Sebagai penutup, aku hanya ingin mengatakan bahwa beberapa cerita diatas hanyalah secuil dari jutaan cerita penderitaan, darah dan airmata rakyat Timor-Leste yang menjadi korban dari kebiadaban Prabowo dan Jenderal Indonesia lainnya.

Hari ini para penjahat itu masih bercokol di tampuk kekuasaan politik Indonesia, dan tetap dan selalu mencari tempat aman untuk bisa menyalurkan bakat kebiadabannya. Orang Indonesia akan menjadi lahan baru bagi Prabowo untuk menuntaskan hasratnya kembali jika dia berhasil menjadi Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Indonesia.

Apakah Prabowo tetap menyangkal keterlibatannya dalam pelanggaran HAM di Timor-Timur? Pemimpin yang tegas dan jujur adalah pemimpin yang mengakui kebenaran, berani mempertanggung-jawabkan tindakannya. Beranikah dia membantah komentar Mario Viegas Carrascalao? Mari menunggu jawaban dia.

Bisa lihat video pembantaian Santa Cruz di youtube :http://videos.sapo.tl/9Kc73ZfszhaJ5LqOZVeu

(Saya bekerja di La'o Hamutuk, sebuah LSM lokal berbasis di Dili yang sudah lebih dari 14 tahun tetap bekerja untuk membawa para Jenderal ABRI yang terlibat dalam pelangaran HAM di TImor-Leste untuk diadili di Pengadilan Internasional, www.laohamutuk.org, +670 7734-8703)

Kamis, 27 Maret 2014

Indonesia, “Jenderal tercela” itu tidak akan mengembalikan kejayaanmu lagi


Dili, 27 Maret 2014


Penyiksaan ABRI terhadap pemuda Timor-Leste
Beberapa waktu yang lalu, aku mampir ke Jakarta, sebuah Ibu Kota negara yang sejak 15 tahun lalu tidak lagi menjadi jawaban untuk pertanyaan “Ibukota Negara kita adalah?” di pelajaran geografi ataupun sejarah di sekolah-sekolah di Timor-Leste, mumpung kita sudah merdeka.

Sejak tiba di bandara Soetta, aku naik taxi ke hotelku di sekitaran JL. Wahid Hasyim. Karena lumayan jauh, aku pun berbincang-bincang dengan sopir di sebelahku dengan pertanyaan-pertanyaan basa-basiku, “udah lama nyopir yach?, “asal mana? Hingga pertanyaan yang mengarah ke proses Pemilu dan Pilpress 2014, karena di sisi jalan lumayan banyak spanduk dengan foto orang yang lagi meminta rakyat untuk meyoblos mereka.

Sopir yang berasal dari Medan ini mengatakan kepadaku kalau ada beberapa Jenderal hebat yang lagi nyapres sekarang, ada nama Prabowo, Wiranto, Endiarto Sutarto dan Pramono Edhie Wibowo.

Tiga nama pertama itu begitu bersahabat dengan kupingnya orang Timor-Leste selama 24 tahun pendudukan berdarah militer Indonesia ke Timor-Leste sejak 1975, mungkin nama ke empat juga pernah ada di Dili, yach biasa, para jenderal hebat biasanya terkenal setelah melakukan pekerjaan-pekerjaan tercela, seperti membunuh petani miskin, membunuh balita, membunuh ibu hamil, memperkosa anak gadis dan istri orang, bahkan menjadikan perempuan-perempuan lemah menjadi obyek pemuas nafsu seksnya atau bagi anak buahnya di daerah operasi militer, kalau bukan di Dili, pasti di Papua atau Aceh.

Aku tanya pada sopir, siapa sih jenderal yang akan dipilih olehnya di Pilpres nanti? “bingung bos” jawabnya, ku tanya kenapa? “maunya sih sama si kurus Jokowi itu (saat itu Jokowi belum mendeklarasikan pencapresannya), tapi enak juga kalau Prabowo menang, soalnya dia ingin mengembalikan kejayaan Indonesia dulu, mau mengembalikan macan Asia yang sudah lama tertidur” katanya.

Aku terdiam dan cuma berpikir “kok bisa yach?, mana mungkin Jenderal yang pernah melakukan pekerjaan tercela di dunia ini bisa mengembalikan kejayaan Indonesia dulu, aku pikir mungkin dia ingin mengembalikan kekejamannya dulu”. Prabowo adalah salah satu jenderal yang disangkakan oleh PBB sebagai pelaku kejahatan perang, dan bagaimana seorang penjahat bisa mengembalikan kejayaan Indonesia? Dan apakah rakyat Indonesia rela di pimpin oleh seorang penjahat? Jawabannya hanya ada ditangan rakyat Indonesia.

Benar sekali kalau Prabowo adalah figur dengan karakter militeristik yang masih sangat kental hingga saat ini. Lantas otakku langsung mengingat kembali apa yang dulu terjadi di Timor-Leste ketika ABRI masih bercokol di sini.

Tutuala nama desaku, termasuk yang terisolir, lebih dari 200 kilometer dari Dili, desa paling timur, di atas gunung dengan di kelilingi hutan lebat, dan tidak banyak informasi yang bisa diketahui oleh penduduk di sana, tetapi nama Prabowo dengan Kopasandhanya yang berbaret merah sangat diketahui oleh semua orang. Setahuku Prabowo tidak pernah disana, tetapi Kopasandhanya memang disana, ada banyak monumen kecil dan gambar baret merah dengan sangkur di mana-mana, di toilet, batu di kali, hingga gerbang masuk ke desaku. Sekarang banyak yang sudah hilang, terhapus atau dihancurkan.

Lantas kenapa orang banyak mengenal dia? Aku pernah bertanya itu kepada beberapa orang tua di kampungku. Kata mereka, selain sebagai menantu Presiden Soeharto, Prabowo terkenal dengan kekejaman Kopasandhanya di Timor-Leste. Markas Prabowo ternyata di Lospalos, cuma 40 km dari desaku, pada tahun 1983 dia mendirikan sebuah pasukan paramiliter Tim-Alfa yang rata-rata orang lokal dan mantan pasukan Falintil yang telah menyerah dan turun gunung, beberapa dari mereka dipaksa untuk masuk dan akan dibunuh jika menolak.

Tim Alfa adalah nama paramiliter binaan Nangala-Kopassandha/Kopassus dan hanya berbasis di kabupaten Lautem. Tim Alfa dan Nangala sangat terkenal dengan kekejamannya di kabupaten ini sejak 1983 hingga 1999, dan menjadi eksekutor sekaligus menjadi tim yang menutupi keberingisan Kopassandha-Kopassus secara langsung di kabupaten Lautem. Dan mungkin yang masih segar diotak kita adalah ketika Tim Alfa terlibat membantai para suster dan frater katholik, termasuk seorang wartawan asal Indonesia Agus Mulyawan pada 1999 di Lautem.

Hinga saat ini, Prabowo masih bersikukuh bahwa dia tidak terlibat pada pelangaran HAM di Timor-Leste ketika dia bersama Kopassandhanya di Timor-Leste, tetapi Laporan Chega! mengulas bagaimana keterlibatan Kopassandha-Nangala dalam penangkapan, penyiksaan dan penghilangan masyarakat sipil lebih-lebih di daerah Iliomar (wilayah selatan kabupaten Lautem, 50 km dari pos militer dia bertugas) dan Mehara (wilayah timur kabupaten Lautem, 30 km dari pos militer dia bertugas).

Mungkin juga kawan-kawan di Jakarta bisa bertanya ke Prabowo apa yang dia lakukan di sekitar bulan Agustus hingga Desember 1983 ketika anggota Nangala-Kopassandha menangkap dan membunuh orang di Iliomar dan Mehara yang cuma berjarak sekitar 30-50 km dari pos militer di mana dia bertugas. Dan sangat tidak mungkin jika disaat seperti itu dia cuma tidur dan membaca buku di markasnya, sedangkan seluruh anggota Kopassandha grup 1,2,3, dan 4 sedang menginterogasi rakyat sipil, melecehkan istri dan anak gadis orang.

Sekitar tahun 2000, ada seorang temanku yang berasal dari Iliomar, pernah bercerita kepada saya bagaimana Prabowo dan pasukannya terlibat pertempuran dengan pasukan Falintil di bawah pimpinan Lere Anan Timor (sekarang Panglima Falintil-FDTL), aku tidak tahu apa cerita itu benar atau tidak, tetapi jika cerita temanku ini benar, maka sudah pasti Prabowo terlibat langsung dalam kasus penyiksaan dan pembunuhan orang di Iliomar.

Selain bertugas di kabupaten Lautem, banyak informasi yang mengatakan kalau Prabowo juga terlibat pada penangkapan dan pembantaian di Kraras, sebuah kampung di Kabupaten Viqueque dimana pasukannya Prabowo membalas aksi anggota Hansip (Pertahanan Sipil) dan Ratih (Rakyat Terlatih) yang menyerang sebuah pos militer yang menewaskan selusin anggota TNI.

Dalam Laporan Chega! Dikatakan bahwa sekitar 120 anggota pasukan khusus chandraca-Kopassandha memasuki wilayah Kabupaten Viqueque dan langsung terlibat dalam pembantaian besar-besar yang hingga akhirnya Kraras disebut sebagai “Desa Janda” karena hampir semua laki-laki di bantai secara biadab oleh militer Indonesia. Untuk info: Iliomar di Kabupaten Lautem berbatasan langsung dengan kabupaten Viqueque.

Kembali ke isu Pilpres Indonesia, dua hari yang lalu, ada kunjungan dari beberapa pelajar Jakarta International School ke kantorku, dan seorang temanku lagi menjelaskan pentingnya sebuah keadilan bagi rakyat Timor-Leste, dan usaha organisasi kami dalam mengadvokasi agar para penjahat perang yang telah di jadikan sebagai tersangka oleh Unit Kejahatan Berat dan Panel Khusus PBB agar segera dibawah ke pengadilan internasional untuk di adili. Seperti Prabowo, Wiranto, Endiarto Sutarto dan beberapa jenderal lainnya.

Dan tiba-tiba salah satu pelajar itu bertanya kepada temanku, apa dampaknya bagi Timor-Leste jika Prabowo terpilih menjadi Presiden RI, temanku meminta aku untuk menjawabnya.

Aku tidak tahu harus bagaimana menjawabnya, tetapi berusaha menjelaskan kepadanya bahwa jika “jenderal tercela” itu menjadi Presiden RI, keadilan bagi para korban kejahatan HAM di Timor-Leste akan semakin sulit di dapat, tetapi ada hal yang sangat penting bagi rakyat Indonesia bahwa akan terjadi kemunduran besar bagi proses demokrasi di Indonesia yang hingga sampai saat ini masih diperjuangkan oleh rakyat Indonesia sendiri, pelanggaran HAM akan tetap berlanjut di Papua bahkan pelanggaran HAM baru akan terjadi dibeberapa wilayah indonesia lainnya, mengingat Prabowo sangat terlatih dan ahli dalam hal melanggar HAM, dan akan menjadi preseden bagi prajurit Indonesia lainnya bahwa melanggar HAM adalah sesuatu yang bukan sebuah kesalahan.

(Juvinal Dias, Bekerja di La’o Hamutuk, Timor-Leste Institute for Development Monitoring and Analysis di Dili, website www.laohamutuk.org)

Rabu, 18 September 2013

Material of PETRAD's programme in Stavanger-Norway

During 16 September till second week of November, PETRAD a Norwegian Petroleum Administration body organize 8-weeks Petroleum Development and Operations, and 8-weeks Petroleum Policy and Resources Management at Stavanger,

The objective of the course programme is to increase the participants’ skills and give them tools, so that they can contribute to manage and administer the petroleum resources in their own countries in a better way.

I and a Timorise participant who is use work as Director for Health Safety and Environment of Timor-Leste National Petroleum Authority are selected to attend the course. Moreover, also some participants are come from ASEAN countries such as Malaysia-Petronas, Philipine-NOC, Myanmar-MOGE and Indonesia – SKK Migas

The programme will consist of the following modules: introduction of Energy Policy, Petroleum Sector Policy, as well as overview and introduction to course, Petroleum legislation and regulations, Institutional framework, Licensing regime and model contract, Governance in the petroleum sector, Petroleum project economics, Petroleum fiscal regimes, Relation and communication, Safety and Environmental management.

I will updated this page regularly when I get new information……..